ADANYA
PRANT BREEDING DAPAT MENENTUKAN
TERJADINYA
EPIDEMI
ABSTRACT
Hasan
Basri 101510501032
Program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas
Jember
Mempelajari
kerusakan yang disebabkan oleh organisme yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan
seperti Tumbuhan Tinggi Parastis, Ganggang, Jamur, bakteri, Mikoplasma dan
Virus. Penyakit pada tanaman disebabkan oleh interaksi tiga
faktor, yakni inang, penyakit dan lingkungan. Pemuliaan
tanaman merupakan kegiatan mengubah susunan genetik individu
maupun populasi tanaman
untuk suatu tujuan. Penelitian tentang keragaman genetik tanaman sengon di
Jawa menggunakan penanda molekuler RAPD diperoleh hasil bahwa tegakan sengon
yang ada di Jawa berasal dari satu populasi di Biak. Pengaruh tanaman inang terhadap epidemi, unsur tanaman inang yang
berpengaruh terhadap penyakit epidemik meliputi faktor internal dan eksternal.
Kedua faktor tersebut tercermin dalam ketahanan genetik tanaman, keseragaman genetik
tanaman, tipe tanaman, dan umur tanaman yang bersangkutan.
Kata kunci : Organisme,
Pemuliaan Tanaman, RAPD, Epidemi.
PENDAHULUAN
Ilmu Penyakit
Tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari kerusakan yang disebabkan oleh organisme
yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan seperti Tumbuhan Tinggi Parastis, Ganggang,
Jamur, bakteri, Mikoplasma dan Virus. Kerusakan ini dapat terjadi baik di
lapangan maupun setelah panen. Penyakit tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut
yaitu sudut biologi dan sudut ekonomi, demikian juga penyakit tanamannya. Di
samping itu untuk mempelajari Ilmu Penyakit Tumbuhan perlu diketahui beberapa
istilah dan definisi yang penting.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh
penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap tanaman
budidaya dan masyarakat. Kerusakan ini selain disebabkan oleh karena hilangnya
hasil ternyata juga dapat melalui cara lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap
konsumen dengan adanya racun yang dihasilkan oleh jamur dalam hasil pertanian
tersebut. Pada sistem
alami, unsur yang dipertimbangkan dalam interaksi yang menimbulkan terjadinya
penyakit hanya tiga, yaitu tanaman inang rentan, patogen virulen dan kondisi lingkungan yang
menguntungkan interaksi. Interaksi ini telah umum digambarkan sebagai skema segitiga
penyakit, sehingga konsep timbulnya penyakit yang menggunakan pertimbangan tiga
unsur ini disebut konsep segi tiga penyakit. Pada ekosistem pertanian, aktivitas manusia yang mungkin tanpa disadari dapat membantu timbul dan
berkembangnya penyakit atau bahkan sebaliknya secara efektif dapat menghentikannya
pada kondisi yang mungkin secara alami menimbulkan epidemi. Interaksi dalam ekosistem
pertanian ini biasanya digambarkan sebagai skema segi empat penyakit dan konsepnya disebut konsep
segi empat penyakit.
PEMBAHASAN
Perkembangan penyakit juga dipengaruhi oleh aktivitas
praktik budidaya. Manusia sebagai pengambil keputusan menentukan jenis varietas
yang akan ditanam, volume dan kepadatan tanam, keseragaman genetik pertanaman
dalam suatu hamparan dan pemilihan waktu tanam. Melalui kultur teknis, aplikasi
pengendalian secara biologi dan kimiawi, manusia telah mempengaruhi kualitas
dan kuantitas inokulum primer dan sekunder serta kepadatan populasi vektor. Manusia
juga memodifikasi lingkungan dalam menghambat perkembangan penyakit melalui
pengaturan waktu tanam berdasarkan kondisi iklim, pengaturan jarak tanam, dan
pengaturan ketersediaan air. Aktivitas manusia mempengaruhi terjadinya
perubahan dan kombinasi agroekosistem yang berpengaruh terhadap perkembangan
penyakit. Interaksi aktivitas manusia dengan elemen-elemen penyebab terjadinya
penyakit menentukan penurunan atau peningkatan epidemi berbagai jenis penyakit.
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan mengubah susunan genetik individu
maupun populasi tanaman
untuk suatu tujuan. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan penangkaran
tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga kemurnian,
pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan.
Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik
sehingga diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat. Keragaman genetik tanaman dapat bersumber dari dua hal
yaitu proses meiosis dan mutasi. Meiosis adalah proses rekombinasi gen melalui
segregasi acak. Meiosis hanya melibatkan keragaman genetik yang telah ada di dalam
populasi atau jenis yang bersangkutan. Mutasi merupakan perubahan genetik yang
terjadi akibat penyimpangan yang terjadi pada proses pewarisan sifat, dan
merupakan sumber keragaman baru dalam populasi tanaman.
Pengetahuan mengenai
perilaku biologi
tanaman dan pengalaman dalam budidaya tanaman merupakan hal yang paling menentukan
keberhasilan usaha pemuliaan, sehingga buku-buku teks seringkali menyebut
pemuliaan tanaman sebagai seni
dan ilmu
memperbaiki keturunan tanaman demi kemaslahatan manusia.
Penyakit
pada tanaman disebabkan oleh interaksi tiga faktor, yakni inang, penyakit dan
lingkungan. Epidemi penyakit timbul bilamana ketiga faktor diatas berada dalam
kondisi yang sesuai bagi perkembangan penyakit. Oleh sebab itu cara untuk
mengendalikan penyakit adalah dengan memanipulasi salah satu atau lebih,faktor tersebut
sehingga tercapai kondisi yang merugikan bagi pertumbuhan penyakit dan mencegah
terjadinya infeksi oleh penyakit.
Dapat
diketahui serangan penyakit karat pada tanaman sengon dapat disebabkan oleh
ketidak mampuan tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan sebagai akibat
dari rendahnya keragaman genetik tanaman. Berdasarkan penelitian tentang
keragaman genetik tanaman sengon di Jawa menggunakan penanda molekuler RAPD
diperoleh hasil bahwa tegakan sengon yang ada di Jawa berasal dari satu
populasi di Biak. Keragaman genetik populasi ini lebih rendah dari pada
populasi Wamena dan Halmahera (Suharyanto et al. 2002).
Sebagai
seorang pemulia tanaman upaya penanggulangan serangan penyakit pada sengon
dapat diatasi dengan mengintrodusir sumber genetik baru di luar populasi yang
telah ada sehingga keragaman genetik sengon dapat ditingkatkan. Introduksi
sumber genetik baru juga dapat digunakan untuk menguji resistensi terhadap penyakit.
Keuntungan menggunakan varietas resisten dalam pengendalian penyakit antara
lain: (1) mengendalikan populasi penyakit tetap di bawah ambang kerusakan dalam
jangka panjang, (2) tidak berdampak negatif, (3) tidak membutuhkan alat dan
teknik aplikasi tertentu, dan (4) tidak membutuhkan biaya tambahan. Namun
demikian penggunaan varietas resisten tidak selamanya efektif, terutama apabila
menggunakan varietas dengan ketahanan tunggal (ketahanan vertikal) secara terus
menerus.
Suatu varietas dapat
dikatakan tahan apabila : (1) memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman
itu menghindar, atau pulih kembali dari serangan penyakit pada keadaan yang
akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan, (2) memiliki
sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan
oleh serangan penyakit, (3) memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan,
yang dapat mengurangi kemungkinan penyakit untuk menggunakan tanaman tersebut
sebagai inang, atau (4) mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih
baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi penyakit yang sama.
Pengaruh tanaman
inang terhadap epidemi, unsur tanaman inang yang berpengaruh terhadap penyakit
epidemik meliputi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut
tercermin dalam ketahanan genetik tanaman, keseragaman genetik tanaman, tipe tanaman, dan
umur tanaman
yang bersangkutan.
1) Ketahanan genetik tanaman:
- Tanaman inang yang mempunyai ketahanan genetik vertikal adalah
ketahanan yang dikendalikan oleh
satu gen mayor yang bersifat kuat terhadap patogen ras tertentu saja. Jika
tanaman yang mempunyai ketahanan vertikal ditanam pada hamparan yang luas dapat
menimbulkan tekanan seleksi yang mendorong terbentuknya ras patogen baru
yang kuat.
- Tanaman inang yang mempunyai ketahanan genetik horizontal adalah
ketahanan yang dikendalikan oleh banyak gen minor yang bersifat lemah
tetapi lebih efektif terhadap banyak ras patogen tertentu.
- Tanaman inang rentan tidak mempunyai gen ketahanan untuk mengatasi patogen,
sehingga tanaman menjadi substrat tersedia untuk patogen dan cocok bagi
berkembang infeksi baru. Oleh karena itu, jika terdapat patogen virulen
dan lingkungan menguntungkan, maka akan memberi peluang terjadinya epidemi
penyakit. Penyakit menjadi epidemik jika terdapat tanaman rentan yang
ditanam secara meluas dan monokultur.
2) Keseragaman genetik tanaman:
- Apabila tanaman inang secara genetik seragam, terutama yang berhubungan
dengan ketahanan penyakit dan ditanam pada areal yang cukup luas, maka
peluang timbulnya patogen ras baru akan lebih besar.
- Berhubungan dengan keseragaman genetik, biasanya perkembangan penyakit
epidemik yang tercepat terjadi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif,
berikutnya tanaman yang menyerbuk sendiri dan yang perkembangan epideminya
terlambat terjadi pada tanaman yang menyerbuk silang.
3) Tipe tanaman: Perbedaan perkembangan penyakit
epidemik juga terjadi pada tipe tanaman yang berbeda. Pada tanaman semusim biasanya epidemi berkembang
jauh lebih cepat dibanding pada tanaman tahunan.
4) Umur tanaman: Ketahanan tanaman terhadap penyakit
akan berubah pada tingkat umur yang berbeda, sehingga perkembangan epideminyapun berubah.
KESIMPULAN
Munculnya
epidemi baru pada tanaman yang telah dilakukan pemodifikasian terhadap gen yang
sebelumnya varietas tanaman yang sering di tanaman tidak mempunyai gen tahan
terhadap penyakit tertentu sehingga muncullah varietas baru menjadi tanaman
yang tahan pada penyakit tertentu. Tetapi varietas tahan tersebut memiliki
kesesuaian tersendiri untuk memaksimalkan pertumbuhannya, jika tidak sesuai
maka akan muncullah penyakit baru atau penyakit lain yang dapat menjadi
serangan parah dan menjadi serangan yang berat pada tanaman yang hanya
memiliki satu gen tahan. Maka akan
muncullah penyakit-penyakit penting pada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, B. 2007. Penyakit Epidemik dan Faktor-Faktor Yang Berpengaruh. Epidemiologi Penyakit Tanaman.
Rimbawanto, A. 2008.
Pemuliaan tanaman dan ketahanan penyakit pada Sengon. Makalah Workshop Penanggulangan Serangan
Karat Puru pada Tanaman Sengon. Balai besar penelitian bioteknologi dan pemuliaan
tanaman hutan. Yogyakarta.
Suharyanto, Rimbawanto, A. and Isoda, K. 2002. Genetic
Diversity and Relationship Analysis on Paraserianthes falcataria Revealed
by RAPD Marker. In A. Rimbawanto and M. Susanto (eds.). Proceedings International
Seminar “Advances in Genetic Improvement of Tropical Tree Species”. Centre
for Forest Biotechnology and Tree Improvement. Yogyakarta. Indonesia.
Sutopo, L. dan N. Saleh, 1992. Perbaikan ketahanan
genetik tanaman terhadap penyakit. Prosiding symposium Pemuliaan Tanaman I.
Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur Syahri,
N.T. 1991. Pusat Litbang Hasil Hutan.
Laporan Hasil Penelitian.
No comments:
Post a Comment